KEBIJAKAN BANDUNG KOTA KREATIF

Dalam era globalisasi, tantangan yang dihadapi Kota Bandung semakin berat karena harus mampu bersaing dengan kota-kota lain di Indonesia maupun negara lain pada semua bidang. Oleh karena itu, perlu upaya pemanfaatan semua keunggulan untuk melakukan kemitraan dengan berbagai pihak. Dalam kondisi persaingan yang semakin ketat, industri harus mampu meningkatkan kualitas produk dan inovasi. Industri berdasarkan kreativitas telah menjadi bukti dapat meningkatkan daya saing. Bagi negara yang sedang berkembang khususnya Indonesia, kesadaran pengembangan sumberdaya yang mengandalkan kreativitas masih dianggap marginal. Padahal industri kreatif mendorong pendapatan negara sekaligus menurunkan angka kemiskinan.

Kekuatan utama industri kreatif di Indonesia adalah pada seni dan budaya yang bersumber dari puluhan bahkan ratusan budaya etnik (indigenous) yang tersebar di seluruh nusantara, misalnya kerajinan (kayu, bambu, rotan, kulit, logam dan tenun tekstil), seni pertunjukan (wayang golek dan kulit, tari-tarian, upacara (ceremony) tradisional, musik dan sebagainya. Industri Kreatif adalah industri yang berbasis kreativitas, keterampilan dan talenta yang memiliki potensi peningkatan kesejahteraan serta penciptaan tenaga kerja dengan cara menciptakan dan mengeksploitasi sumberdaya kreatif dengan HaKI menjadi persyaratannya. Menurut Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu (2008), Industri kreatif merupakan bagian dari program prioritas pemerintah untuk meningkatkan daya saing, memacu ekspor non migas, serta menjadi sumber baru bagi pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja. Peran ekonomi industri kreatif yang berbasis seni budaya dan inovasi teknologi memberikan sumbangan yang cukup besar dalam Produk Domestik Bruto (PDB).

Industri kreatif dikategorikan sebagai industri yang paling dinamis dan memiliki tingkat risiko serta sekaligus nilai tambah yang tinggi. Industri kreatif tidak hanya menghasilkan produk barang maupun jasa pelayanan tetapi juga memiliki nilai ekspresi baik nilai estetika, nilai spiritual, nilai sosial, nilai simbolik maupun nilai keunikan dan orisinalitasnya.

Kebijakan Insentif

Permasalahan yang dihadapi sektor industri kreatif di Bandung, sebagai kota yang dipilih untuk pilot project adalah persoalan dimana pemerintah (negara) melalui kebijakan-kebijakan insentif baik bahan baku, persaingan usaha, teknologi dan proses produksi, distribusi, ekspor impor serta HaKI belum memberikan solusi bagi masalah-masalah yang sedang dihadapi oleh pelaku usaha. Belum lagi persoalan industri kreatif melibatkan lintas departemen, sehingga diperlukan integrasi program antar departemen dan sinkronisasi kebijakan implementatif. Kebijakan awal PP insentif R&D, fasilitas UU Penanaman Modal, UU HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual), dan UU Perindustrian serta pengklasteran industri tertentu oleh pemerintah dianggap belum cukup memadai untuk memfasilitasi perkembangan industri kreatif ini. Kemudian kebijakan pendukung seperti PI-UMKM yang misinya mendorong kreativitas ekonomi masyarakat untuk meningkatkan produktivitas, variasi jenis barang, nilai tambah, dan daya saing melalui keakraban teknologi dan karya-karya inovatif (inovative findings) serta rumitnya prosedur dan kebijakan mengakibatkan pelaku industri kreatif di Jawa Barat berjalan sendiri tanpa memperdulikan kebijakan atau manfaat dari program tersebut.

Padahal landasan hukum utama terkait langsung dengan Industri kreatif adalah draft rancangan Peraturan Presiden R.I tentang kebijakan Pengembangan Industri Nasional baru disusun pada pertengahan Mei 2008. Namun pada saat ini kebijakan tersebut masih belum selesai. Kebijakan pendukung maupun program pemerintah daerah menjadi alternatif utama yang harus segera dirasakan oleh pelaku usaha kreatif dalam mendukung pengembangan industri kreatif daerah.

Kebijakan Pendukung

Beberapa pilihan tindakan mulai dibuat oleh pemerintah kota Bandung bekerjasama dengan berbagai pihak untuk merespon kebutuhan kongkrit pelaku industri kreatif seperti pemberian ijin helarfest, helar kria Jabar, kickfest, dan agenda pendukung lainnya pada bulan Juli s.d Agustus 2008. Perhelatan yang berupa pameran, seminar, festival, workshop, pertunjukan seni yang mempertemukan pelaku kreatif kota Bandung dengan pelaku kreatif luar kota maupun negara lain. Kebijakan pendukung lainnya adalah agenda triwulan III Pemerintah Provinsi Jawa Barat 2008 di bidang perekonomian dan penggunaan ruang publik oleh pemerintah kota Bandung pada berbagai even atau kegiatan yang bisa diakses oleh berbagai komunitas di Bandung. Tetapi ternyata dukungan pemerintah kota dianggap tidak cukup, masih ada kekurangan seperti sosialisasi acara yang kurang, media informasi yang terbatas, sulitnya perijinan dan perumusan agenda tahun depan untuk pelaku industri kreatif. Begitu pula dengan pembentukan forum, informasi dan media bersama di ruang publik serta penyediaan kawasan bagi pengembangan industri kreatif di kota Bandung menjadi kebutuhan utama yang harus segera diwujudkan.

Adopsi Kebijakan

Belajar dari pengalaman kota kreatif seperti Finlandia dalam pembentukan sistem jaringan pengaman sosial dan kebijakan pajak. Kebijakan pajak yang tinggi dimanfaatkan untuk pengembangan sistem pendidikan yang berkualitas dan jaminan pendidikan bagi warga. Jaminan ini merupakan program untuk mempersiapkan sumberdaya manusia yang memiliki bekal pengetahuan dan mampu berkompetisi. Pada tahun 2003 Finlandia dinobatkan sebagai negara paling kompetitif di dunia. Begitupula dengan Malaysia yang merapkan kebijakan pemotongan pajak bagi pengusaha-pengusaha yang mengembangkan budaya bangsa seperti batik, kain songket dan tenun.

Menurut Dolowitz dan Marsh (2000) ada tiga alasan utama kegagalan kebijakan yang diadopsi dari kebijakan yang serupa dari tempat lain yaitu pertama, peralihan informasi yang tidak utuh tentang kebijakan yang serupa sehingga menyebabkan pemahaman yang kurang. Kedua, peralihan yang tidak lengkap, kegagalan program terjadi karena dikesampingkannya konteks dimana kebijakan asli itu dibuat. Ketiga, kebijakan dimana konteks sosial, ekonomi, politik dan ideologi yang berbeda tidak mungkin memberikan dampak yang sama pada konteks baru.

Berdasarkan ketiga alasan ini maka kebijakan Bandung kota kreatif diupayakan pertama, mendukung permodalan proyek kreatif, promosi dan partisipasi kelompok usaha kecil kreatif. Kedua, mengurangi tingkat pengangguran dengan menghubungkan mereka kepada sumber ekonomi kreatif baik industri formal maupun informal. Sektor informal merupakan bagian penting penghidupan perkotaan dan memberikan keuntungan lebih bagi perorangan. Keuntungan yang tidak hanya berasal dari perubahan nilai ekonominya saja melainkan penggunaan ruang publik sebagai tempat usaha. Ketiga, kebijakan diarahkan pada pemberdayaan pelaku industri kreatif dalam komunitas. Kebijakan ini dapat berupa jaminan kebebasan berekspresi dari pemerintah misalnya pengadaan konser musik, tempat berjejaring di ruang publik dan ruang terbuka untuk bekerja dan ruang pameran karya. Keempat, pembangunan kota bervisi kota kreatif dimana cara inovatif dan kreativitas digunakan untuk mencari jalan keluar permasalahan kota seperti melibatkan para pengangguran untuk berpartisipasi dalam proyek seni kreatif. Keterlibatan berbagai pihak akan membawa dampak positif bagi penanggulangan permasalahan sosial di kota Bandung.


About this entry