GAYA REMAJA KOTA BANDUNG

Berita mengejutkan tentang meninggalnya 10 korban konser musik underground di Asia Africa Culture Centre (AACC) Bandung, rata-rata berusia 16 s.d 21 tahun (KOMPAS, 10/2/2008). Batasan usia yang oleh WHO digolongkan ke dalam usia remaja akhir (15-24 tahun) atau sebagai usia pemuda (youth). Sebagai kelompok usia yang belum terbentuk jati dirinya, dinamis, cepat berubah dan paling mudah menerima pengaruh baik positif maupun negatif.

Oleh sebagian orang tua, usia remaja dianggap berbeda. Perbedaan terhadap nilai penundaan kesenangan pada perspektif waktu yang berbeda menimbulkan konflik antara keduanya. Perbedaan yang diperlihatkan dalam aktivitas dan kepentingan antarindividu untuk menemukan identitas diri; siapa dan apa mereka.

Aktivitas Remaja Kota Bandung

Kota Bandung merupakan kota pelopor industri produk-produk fashion dan tekstil sejak tahun 1970-an. Kekuatan utama industri kreatif ini terletak pada desain, keragaman bahan baku, kekhususan merek, dan keunikan produk. Kekuatan ini dibuktikan dengan pemberitaan surat kabar KOMPAS (12/08/2007) bahwa pertumbuhan distro dan clothing di Indonesia sudah mencapai 750 unit, 300 unit diantaranya tersebar di Bandung dan pelaku usahanya berumur sekitar 20-30 tahun. Angka ini menunjukkan bahwa ada kelompok remaja yang sudah mencoba berkreativitas dan terjun langsung sebagai pelaku dalam industri kreatif (pengusaha muda).

Disisi lain, remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun sampai 21 tahun. Usia dimana seharusnya remaja menjalani pendidikan (sekolah, kursus) atau bekerja bagi yang tidak mampu. Menurut BPS (2005: 64-65), jumlah remaja yang bekerja (working) di kabupaten Bandung adalah 1.483.108 dan yang mencari kerja (looking for work) 308.760. Sedangkan di kota Bandung, jumlah remaja yang bekerja (working) adalah 878.590 dan yang mencari kerja (looking for work) 148.422.

Angka ini berbanding terbalik dengan jumlah remaja yang bersekolah di kabupaten Bandung yakni 549.090 siswa dan di kota Bandung sebanyak 400.057 siswa. Bandingkan dengan jumlah remaja siswa sekolah negeri dan swasta di sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP), tingkat atas (SLTA), kejuruan di Bandung lima tahun sebelumnya :

SLTP Umum

SLTA Umum

SLTA Kejuruan

Sekolah Islam

Negeri

Swasta

Negeri

Swasta

Negeri

Swasta

Negeri

Swasta

Jumlah Anak

18.209

53.299

23.250

26.917

7.909

19.261

6.089

23.852

Total

71.508

50.167

27.170

29.941

Sumber : BPS, Jawa Barat dalam Angka, 2001/2002

Banyaknya jumlah remaja yang bekerja dan mencari kerja (pengangguran) cukup memprihatinkan, menurut penelitian yang dilakukan oleh Resmi Setia M.S (UNPAD, 2001), bahwa anggota komunitas musik underground di Bandung sebagian besar adalah remaja yang mempunyai cukup waktu luang (pengangguran).

Bagaimana remaja kota memanfaatkan waktu luang merupakan gambaran suatu gaya hidup (style life). Gaya hidup dapat dicirikan melalui gaya atau style. Gaya mengekspresikan komitmen subkultur dan menunjukan keanggotaan pada komunitas tertentu. Phil Cohen (Brake, 1980 : 12-13) mendefinisikan gaya melalui tiga hal yaitu :

a. Kesan, penampilan yang ditandai dengan pakaian, aksesori, gaya rambut, perhiasan dan artefak.

b. Kelakuan, dibuat dari ungkapan, gaya berjalan dan sikap seseorang yang mengenakannya

c. Dialek, kosakata khusus dan bagaimana mereka menuturkannya

Pemanfaatan waktu luang oleh remaja dipengaruhi oleh pola-pola, nilai dan kebiasaan dari gaya hidup dan latar belakang keluarga. Waktu luang adalah waktu dimana remaja dapat melakukan apa yang sesungguhnya ingin dilakukan dan bukan apa yang harus atau terpaksa dilakukan. Enwistle (1978: 167) menyatakan bahwa waktu luang tidak hanya sebagai sisa waktu ketika kewajiban ekonomi telah terpenuhi, tetapi lebih kepada suatu gaya hidup atau bahkan sebagai hidup itu sendiri.

Remaja Anggota Komunitas

Sebagian besar anggota komunitas di kota Bandung adalah remaja. Baik komunitas musik (band), film, komik, motor (otomotif) dan fashion. Komunitas yang menawarkan nilai unik, terbatas, eksklusif dan custom. Nilai yang kemudian menjadi upaya untuk membentuk pasar dan produk baru.

Komunitas yang menawarkan nilai diatas harus berlandaskan kebebasan, kemandirian, dan kesetaraan. Suatu kebebasan tanpa adanya tekanan-tekanan dari pihak luar. Hall yang paling mendasar dari setiap kebebasan adalah ketiadaan pemaksaan, ketiadaan perbudakan, ketiadaan penindasan. Keinginan untuk mandiri, menyebabkan remaja membuat subkultur sendiri (komunitas) yang berbeda dari kultur pada umumnya. Menurut Grinder (Resmi Setia, 2001) ada tiga jenis gaya remaja sebagai bagian dari kultur remaja (youth culture) yaitu

1. Hedonisme, sejumlah anak muda akan menuruti kata hatinya, kesenangan

2. Kepuasan pada diri sendiri (complacency)

3. Pengasingan dan Protes (Alienation and protest), remaja yang sangat dikecewakan oleh kondisi-kondisi sosial saat ini, mereka mengekspresikan ketidakpuasan dengan menarik diri dari masyarakat atau secara aktif berusaha untuk mengubah beberapa kebijakan-kebijakan dan kebiasaan. Pengasingan biasanya ditunjukkan dalam berbagai bentuk protes, seperti anarki, pergerakan, apatis dan penarikan diri.

Kultur remaja ini diperkuat dengan kehidupan kota yang individualis, jumlah penduduk yang cukup besar dan heterogen. Berikut data statistik jumlah penduduk kabupaten/kota Bandung berdasarkan etnis tiga besar yang dominan tinggal dan menetap yaitu :

No.

Etnis (suku bangsa)

Sunda, Priangan

Jawa

Batak, Tapanuli

1.

Kabupaten (regency)

3.842.694

186.000

22.852

2.

Kota (municipality)

1.625.373

269.363

37.467

Sumber : BPS Population of Jawa Barat, Result of The 2000 Population Census, h.75

Jumlah penduduk yang besar dan heterogen memungkinkan terbentuk bermacam-macam pranata, perkumpulan, surat kabar dan toko khusus (distro), misalnya yang melayani komunitas tertentu, memungkinkan mereka memiliki identitas yang jelas terlihat dan diakui untuk bertindak bersama serta berinteraksi secara intensif satu sama lainnya. Persentuhan antar subkultur dianggap oleh anggotanya sebagai ancaman, serangan atau keduanya.

Minimalisme Gerakan

Musik underground merupakan bentuk musik minimalis (lyrik sederhana tetapi agresif). Musik yang melakukan perlawanan terhadap kemapanan masyarakat. Kurangnya keahlian teknis bermusik bukan menjadi hambatan untuk menggelar sebuah konser musik underground.

Gerakan menentang ini tidak hanya lewat musik tetapi juga gaya berpakaian (fashion) dan gaya rambut yang khas model mohawk, model paku dll. Gaya rambut dengan warna-warni dan gaya berpakaian menurut Brake (1980:80) didasari oleh ide perbudakan dan seksual fetisisme. Fetish dalam Yasraf A Piliang (2003: 291) berarti pesona, daya pikat atau sihir. Marx menggunakan istilah ini untuk menjelaskan segala sesuatu yang dipuja tanpa alasan akal sehat.

Gaya berpakaian dengan atribut yang menghiasi pakaian serta tubuh seperti spike atau paku, rantai serta peniti yang dikenakan di telinga, bibir, hidung semakin menegaskan perbedaan gaya penampilan remaja penggemar musik underground dengan remaja pada umumnya.


About this entry